Dana untuk desa dalam APBD

Latar Belakang

Kebijakan otonomi daerah memberikan wewenang kepada daerah untuk mengurus dan mengatur kebutuhan masyarakat daerahnya. Konsep pembangunan harus lebih diarahkan lagi pada pembangunan berbasis tingkatan terendah dalam suatu struktur pemerintahan yaitu Desa. Peranan pemerintah desa dalam pembangunan desa pada era otonomi daerah sangat penting, dimana secara langsung mendukung pemerintah daerah dalam membangun pondasi daerahnya sendiri. Desa sebagai sebuah kawasan yang otonom memang diberikan hak-hak istimewa, diantaranya adalah terkait pengelolaan keuangan dan alokasi dana desa, pemilihan kepala desa [kades] serta proses pembangunan.

Dalam pemerintahan daerah kabupaten dibentuk pemerintahan desa yang terdiri dari Pemerintah Desa dan Badan Permusyawaratan Desa, yang bertanggung jawab  terhadap penyelenggaraan Pemerintah Desa sebagai subsistem dari sistem penyelenggaraan pemerintahan daerah. Desa memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakatnya sehingga memerlukan sumber pembiayaan untuk mendukung program-programnya. Pendapatan Desa merupakan sumber daya yang sangat vital bagi penyelenggaraan Pemerintahan Desa.

Hal yang Perlu Diingat

Alokasi dana yang dianggarkan dalam APBD untuk APBdes adalah :

No Pendapatan Desa (dalam UU 32 tahun 2004, Psl 212 (2)) Belanja dlm APBD
a. Pendapatan Asli Desa
b. Bagi Hasil Pajak dan Retribusi Daerah Kabupaten/Kota Belanja Bagi Hasil
c. Bagian dari dana perimbangan keuangan pusat dan daerah yang diterima oleh Kabupaten/Kota Belanja Bantuan Keuangan
d. Bantuan dari Pemerintah, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota; Belanja Bantuan Keuangan
e. Hibah dan sumbangan dari pihak ketiga Belanja Hibah

Pendapatan Asli Desa

Pendapatan ini meliputi; hasil usaha desa, hasil kekayaan desa, hasil swadaya dan partisipasi, hasil gotong royong dan lain-lain pendapatan asli desa yang sah. Hal yang perlu dicermati yaitu pada pengelolaan hasil kekayaan desa. Berdasarkan pengalaman penulis, hal ini seringkali bersinggungan dengan peraturan daerah kabupaten setempat. Misalnya, terdapat jenis pungutan desa atas pengelolaan pasar pelelangan ikan yang berada di suatu wilayahnya, namun telah dipungut berdasarkan perda kabupaten setempat. Sehingga menimbulkan “retribusi berganda” bagi masyarakatnya. Aturan yang perlu dicermati yaitu PP 72/2005; Sumber pendapatan daerah yang berada di desa baik pajak maupun retribusi yang sudah dipungut oleh Provinsi atau Kabupaten/Kota tidak dibenarkan adanya pungutan tambahan oleh Pemerintah Desa (ayat 1). Pungutan retribusi dan pajak lainnya yang telah dipungut oleh Desa tidak dibenarkan dipungut atau diambil alih oleh Pemerintah Provinsi atau Pemerintah Kabupaten/Kota (ayat 2).

Bagi Hasil Pajak dan Retribusi Daerah

  • Bagi hasil pajak daerah Kabupaten/Kota paling sedikit 10% (sepuluh per seratus) untuk desa dan dari retribusi Kabupaten/Kota sebagian diperuntukkan bagi desa (Permendagri 72/2005, Pasal 68 ayat 1)
  • Dalam APBD dianggarkan dalam belanja bagi hasil kepada Pemerintah Desa (5.1.5.1)
  • Bagi hasil pajak daerah tersebut adalah “paling sedikit” dan sifatnya diberikan langsung kepada desa (Penjelasan PP 72/2005, Pasal 68 ayat 1)
  • Bagian desa dari Bagi Hasil Pajak dan Retribusi harus ditetapkan dalam peraturan daerah, dan alokasinya ditetapkan dengan Peraturan Bupati/Walikota (PP 72/2005, Pasal 70 ayat 3)
  • Sebelum terbitnya PP turunan dari UU 28 thn 2010, perlu dicermati;

PP 65/2001

Hasil penerimaan pajak Kabupaten diperuntukkan paling sedikit 10% (sepuluh persen) bagi Desa di wilayah Daerah Kabupaten yang bersangkutan. Bagian Desa tersebut ditetapkan dengan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota dengan memperhatikan aspek pemerataan dan potensi antar Desa. Penggunaan bagian Desa tersebut ditetapkan sepenuhnya oleh Desa yang bersangkutan. (Pasal 78)

PP 66/2001

Hasil penerimaan jenis retribusi tertentu Daerah Kabupaten sebagian  peruntukkan kepada Desa (Psl 15 ayat 1). Bagian daerah tersebut ditetapkan lebih lanjut oleh Peraturan Daerah Kabupaten dengan memperhatikan aspek keterlibatan desa dalam penyediaan layanan tersebut (Psl 15 ayat 2). Ketentuan ini mengatur bahwa hanya jenis Retribusi tertentu Daerah Kabupaten yang sebagian diperuntukkan kepada Desa yang terlibat langsung dalam pemberian pelayanan, seperti Retribusi Penggantian Biaya Cetak Kartu Tanda Penduduk dan Akte Catatan Sipil. (Penjelasan Psl 15 ayat 1)

  • Berdasarkan pengalaman penulis, belum seluruh kabupaten menganggarkan dan merealisasikan bagi hasil pajak dan retribusi sesuai ketentuan, yaitu untuk pajak “paling sedikit 10% dari penerimaan pajak daerah” dan retribusi “sebagian dari penerimaan retribusi daerah”. Dibeberapa daerah kata2 “sebagian” sering di interpretasikan tidak harus 50%. Ada pihak yang berpendapat bahwa ditetapkan melalui Perda dan Perbup sehingga disesuaikan dengan kebijakan daerah masing-masing. Untuk kemajuan desa, seharusnya memang batasan-batasan tersebut merupakan batas minimal nilai yang ditransfer ke desa. Sehingga dalam hal ini masih terdapat “kurang bayar” kepada desa. Interpretasi untuk alokasi nilai bagi hasil retribusi yang mungkin dilakukan ialah, menginventarisir penerimaan retribusi APBD yang melibatkan desa dalam mendukung proses kegiatan/operasinya, kemudian mengalokasikan sebagian untuk bagi hasil desa di wilayah tersebut. Paling tidak, nilai tersebut adalah batasan minimal.

Bagian Dana Perimbangan

Dalam Permendagri 37/2007 bagian ini diartikan sebagai Alokasi Dana Desa (ADD).

  • Bagian dari dana perimbangan keuangan pusat dan daerah yang diterima oleh Kabupaten/Kota untuk Desa paling sedikit 10% (sepuluh per seratus), yang pembagiannya untuk setiap Desa secara proporsional yang merupakan alokasi dana desa; (PP 72/2005 Pasal 68 ayat 1) Yang dimaksud dengan “bagian dari dana perimbangan keuangan pusat dan daerah” adalah terdiri dari dana bagi hasil pajak dan sumberdaya alam ditambah dana alokasi umum setelah dikurang belanja pegawai (Penjelasan PP 72/2005 Pasal 68 ayat 1).

Jadi rumusnya dari APBD :

(DBH Pajak + DBH SDA) + (DAU – Belanja Pegawai)

  • Dalam APBD dianggarkan dalam Belanja Bantuan Keuangan Kepada Desa (5.1.6.1.1)
  • Dana dari Kabupaten/Kota diberikan langsung kepada Desa untuk dikelola oleh Pemerintah Desa, dengan ketentuan 30% (tigapuluh per seratus) digunakan untuk biaya operasional pemerintah desa dan BPD dan 70% (tujuh puluh per seratus) digunakan untuk kegiatan pemberdayaan masyarakat (Penjelasan PP 72/2005 Pasal 68 ayat 1).
  • Bantuan keuangan disalurkan langsung ke kas daerah/kas desa dan penggunaannya dianggarkan, dilaksanakan dan dipertanggungjawabkan sesuai ketentuan pengelolaan keuangan daerah (SE Mendagri No.900/2677/SJ tanggal 8 Nopember 2007)
  • Berdasarkan pengalaman penulis, masih terdapat ADD yang belum disalurkan sebesar nilai minimal 10% dari dana perimbangan yang diterima kabupaten, atau malah belum sama sekali. Namun hal yang penting menjadi pertimbangan, desa harus terlebih dahulu memiliki “APBdes” yang telah ditetapkan. Sehingga secara logis ADD tidak mungkin disalurkan bila rencana penggunaannya dalam APBdes belum ada. Jika desa belum menetapkan APBDes, penerimaan ADD justru berpotensi penyimpangan dalam penggunaannya.

Bantuan Keuangan dari Pemerintah

  • Salah satunya adalah Tunjangan Penghasilan Aparatur Pemerintah Daerah (TPAPD).
  • TPAPD pada awalnya bernama Tambahan Penghasilan Aparat Pemerintah Desa, dan dianggarkan pada Bantuan keuangan. Pada tahun 2009, SE Mendagri 900/1303/SJ menetapkan bahwa TPAPD bersifat penghasilan tetap dan dianggarkan pada APBD dengan nilai disesuaikan dengan Upah Minimum Kabupaten (UMK) setempat. SE Mendagri tersebut didukung oleh Surat dari Provinsi perihal pemantapan penyelenggaraan desa. Selanjutnya, TPAPD menjadi bersifat tetap dan berubah namanya dari “Tambahan” menjadi “Tunjangan”. Penganggaran pada bantuan keuangan karena aparat pemerintah desa bukan pegawai negeri sehingga tidak tepat dianggarkan pada belanja pegawai. Khusus untuk sekdes yang merupakan PNS, penganggaran gaji dilakukan melalui Belanja Pegawai.
  • TPAPD karena bersifat tetap, diberikan setiap bulan. TPAPD harus ditetapkan pada Peraturan Daerah. Saat ini peraturan yang ada (yang lebih khusus) terkait dengan TPAPD hanya SE Mendagri. Belum ada Peraturan/Keputusan Mendagri tentang desa yang mengatur TPAPD lebih jelas dan khusus.

Hibah dan Sumbangan Pihak Ketiga

Hibah kepada desa dapat dianggarkan dalam ABPD, yaitu Belanja Hibah. Selain peraturan pengelolaan keuangan daerah tentang bantuan, hal yang menjadi pertimbangan dalam pengalokasiannya adalah SE Mendagri 900/2677 SJ dan pedoman penyusunan APBD tahun ybs.

4 Comments

  1. 27 June 2012 at 3:33 am

    MAKASIH BANYAK ATAS INFONYA…

  2. oplos said,

    27 June 2012 at 3:34 am

    makasih banyak atas infonya

  3. ita hartati said,

    27 August 2012 at 3:44 am

    Sangat bermanfaat, saya butuh sekali artikel yang seperti ini, barakAllah

  4. Kampong said,

    2 March 2013 at 3:50 pm

    selamat malam…. boss, saya mau minta tolong kepada anda agar sekiranya saya diberi copy dari Surat Edaran mendagri SE Mendagri 900/1303/SJ kepada saya…. ini alamat email saya : moneykoin[at]gmail.com

    atas bantuannya saya ucapkan terimakasih dan semoga Allah membalas segala budi baik anda!


Leave a comment